Penulis : Muhammad Daffa Wardhana
Editor : Irvan Hidayat
Hari-hari di Cisadon adalah hari penuh kenangan, semuanya membaur tanpa sekat. Belajar langsung dari kehidupan sederhana warga kampung yang mengajarkanku tentang arti bersyukur dan lebih memaknai hidup untuk sesama.
Pada tanggal 26 Desember 2019 kemarin aku berkesempatan untuk mengikuti kegiatan kerelawananbersama Pendekar Mengajar. Alasan aku untuk ikut Pendekar Mengajar karena aku ingin mencari pengalaman baru di mana aku akan melakukan pengabdian kepada masyarakat di desa Cisadon, Bogor. Mungkin begitulah pikiran yang ada di kepalaku saat pertama kali aku diterima menjadi relawan batch II.
Hari Kamis tanggal 26 Desember 2019 kemarin merupakan hari pertama aku melakukan perjalanan ke SMP Muhammadiyah Citeureup untuk melakukan pembekalan materi untuk pengabdian di Cisadon. Pada awal aku sampai di sana sempat ragu tidak akan betah dan merasa terasingkan walaupun banyak teman-teman yang sudah dikenal di sana karena satu jurusan dan satu angkatan di kampus tapi tidak terlalu dekat dengan mereka, bagaimana aku menjalankan kehidupan selama dua minggu dengan orang asing yang sebelumnya aku pun tidak pernah kenal atau dekat dengan mereka.
Namun ternyata prasangka burukku sangat salah, teman-teman relawan Pendekar Mengajar aslinya sangat asik dan gampang dekat satu sama lain, walaupun sempat malu-malu dulu pada saat perkenalan. Materi hari pertama juga sangat seru dan membuat teman-teman relawan menjadi dekat satu persatu apalagi pada saat materi ice breaking yang diisi oleh Kang Uyi, keseruan pada saat materi tersebut berhasil membuat suasana menjadi cair yang tadinya kaku, ngantuk, bete, bosen semua hilang begitu saja karena bercandaan kang Uyi.
Tiba lah saat malam dimana kita melakukan makan bersama, suasana pada saat makan bersama menjadikan kita semakin dekat dan akrab satu sama lain karena cara kita makan bersama yang saling berhadap-hadapan dan berebutan, memang tidak bisa disalahkan karena porsi makan lelaki banyak. Keesokan harinya pada saat hari kedua, hari kita dimulai dengan senam bersama yang dipimpin oleh Refi dengan melakukan senam Pramuka, senam tersebut mengingatkan aku pada saat mata pelajaran olahraga SMA, dimana pengambilan nilai UAS dengan menghafalkan dan mempraktikkan senam tersebut.
Materi hari kedua semakin seru karena kita belajar bahasa Sunda for the first time dalam diri aku belajar dan mempraktikkan bahasa Sunda yang ternyata seru banget, belum pernah terdengar ditelinga aku dan terlebih yang mengajar bahasa Sunda diisi oleh Wafa yang mana anaknya sangat amat receh, dikit-dikit ketawa padahal gak ada yang lucu. Materi pembekalan hari kedua ditutup oleh kang Utay, yang mengisi materi manajemen perjalanan, jujur disini aku banyak dapet ilmu baru di mana sebelumnya aku belum pernah melakukan traveling mendaki gunung, dari ilmu yang aku dapat itu aku jadi tau gimana biasanya orang-orang mengatur perjalanan dalam mendaki, sekaligus perlengkapanapa aja yang biasa dipakai orang mendaki dan persiapan apa aja yang seharusnya dibawa dan tidak dibawa hingga bagaimana cara menyusun tas carrier agar tidak memberatkan kita saat membawanya pada saat mendaki.
Memulai pendakian menuju Cisadon
Keesokan paginya, tepat pada hari Sabtu 28 Desember 2019 merupakan hari kita berangkat dari tempat pembekalan menuju kampung Cisadon. Setelah sarapan dan berkemas sekitar pukul 08.30 WIB kami pun angkat kaki menuju Cisadon. Kita berangkat dengan menaiki kendaraan yang sangat tidak diduga yaitu naik mobil pick-up yang diisi oleh kurang lebih sepuluh orang dengan bawaan tas carrier yang isinya bekal untuk di Cisadon. Kebayang ngga tuh mobilnya sepenuh apa? Dengan perjalanan lebih satu jam dengan jalanan yang kita lalui mulai dari perumahan di Sunter yang mewah-mewah hingga pelosok-pelosok perjalanan seperti di Puncak yang berliku-liku.
Sempat menunggu lama teman-teman penggerak yang membawa motor sekitar tiga puluh hingga empat puluh menit. Setelah semua berkumpul di meeting point kita melakukan pendakian kurang lebih selama 4-5 jam, di mana perjalanan yang kita tempuh melalui medan yang memang ekstrim untuk dilalui, terlebih kabut tebal yang kita lewati dengan pinggiran jalan yang langsung ke jurang tidak ada pembatas apapun, dan akhirnya turun hujan yang memang deras akhirnya kita meneduh terlebih dahulu di warung mungkin pos kedua untuk menuju ke Cisadon.

Setelah meneduh akhirnya kita melanjutkan perjalanan dengan cuaca yang memang hujan-hujanan kita tempuh hingga bertemu dengan anak-anak Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) secara tidak sengaja yang ingin survei ke Cisadon untuk melakukan pengabdian juga yang dilakukan ternyata dua minggu setelah Pendekar Mengajar. Empat 4-5 jam kita tempuh perjalanan dari yang awalnya seneng, ngobrol, santai, kehujanan, ngos-ngosan, ngeluh, sampai akhirnya mau meninggal akhirnya kita sampai juga di sebuah kampung di mana memang sangat indah. Mata kita dimanjakan dengan pemandangan gunung-gunung disekitarnya, udara yang dingin, sambutan dari anak-anak yang mungkin sebelumnya sudah kenal dengan relawan batch I sebelumnya, benar-benar sebuah tempat yang sangat sunyi, tenang itu bernama Cisadon.
Pengabdian itu dimulai
Setelah melakukan perjalanan, kami para relawanmaupun penggerak melakukan istirahat di sebuah bale warung ibunya Farida atau istrinya Mang Farid, di mana ternyata bale tersebut menjadi tempat tidur aku selama dua minggu kedepan. Saat melakukan istirahat kita disajikan teh hangat sembari menunggu ibunya Farida mempersiapkan makanan untuk makan malam bersama kita. Setelah makan malam bersama dilakukan, kita melakukan persiapan hari esok hingga jam sepuluh malam. By the way di desa Cisadon hanya menggunakan pembangkit listrik dari turbin, jadi memang sangat minim penerangan cahaya ketika malam di kampung Cisadon, bahkan apabila kita semua mengisi ulang baterai ponselsecara barengan akan membuat lampu menjadi kedap kedip, mengingatkan aku pada film Stranger Things ketika monsternya ingin menampakkan dirinya haha,..
Hari pertama menjalankan kegiatan sebagai relawan divisi kesehatan dan lingkungan mungkin belum sepenuhnya aku laksanakan karena memang belum ada program yang harus aku jalankan di divisi yang aku jalanin, sehingga hari pertama menjadi relawan yaitu mendekatkan diri kepada anak-anak Cisadon. Aku pun melakukan perkenalan dengan Giri, Irfan, Afan, Irawan walaupun mereka mungkin sulit menyebutkan nama aku yang seharusnya Daffa tapi dipanggil sama mereka ka Dapa but it’s ok aku maklumin namanya juga orang Sunda, hehehe.
Kegiatan hari pertama yang aku lakukan di Cisadon yaitu bangun pagi, lalu menghangatkan diri di Tungku sembari menunggu masakan matang. By the way di Cisadon ini dingin yang bener-bener dingin loh. Akhirnya setelah masakan matang, kita makan bersama setelah itu mandi kalau emang yang kuat dingin dan emang harusnya sih mandi ya tapi jarang sih yang mau mandi pagi, kebanyakan mandinya pada sore hari. Setelah kita sarapan kita langsung menuju rumah belajar, di mana tempat anak-anak Cisadon melakukan kegiatan membaca, menulis, dan menghitung.
Kebetulan pada hari pertama aku mengajar adiknya Farida, dia memang sekolah formal di Bogor dan sudah kelas tujuh Madrasah Tsanawiyah. Jadi memang kalau dari materi yang seharusnya membaca, menulis, dan menghitung itu udah pasti bisa makanya aku ngajarin dia Bahasa Inggris ya dasar-dasar aja sih kayak nama-nama hewan atau nama-nama buah, si adik nya Farida ini lumayan cepat menangkap dan menghafal serta mengingat materi yang dikasih enaklah pokoknya kalau ngajarin dia. Setelah kegiatan di rumah belajar selesai hingga jam satu siang kita para relawan melakukan sholat dzuhur berjamaah di masjid dan makan siang bersama.
Sebenernya kita ada tim masak dibagi menjadi tiga, tim A, tim B, dan tim C. Nah kebetulan aku jadi tim B tim masak yang kebagian pada saat makan siang, ya karena skill masak aku ga sejago chef Junaedi jadi aku agak minder dan akhirnya kebagian sebagai tim cuci piring aja. Setelah makan siang bersama biasanya para relawan dan penggerak bermain bersama anak-anak, ada yang main bola, main enggrang, kalau aku sih siap-siap main sampan lah, ya seru banget dengan pemandangan gunung di sekitar dengan kabut yang benar-benar indah banget di pandang mata ditambah ramai dengan suara teriakkan anak-anak Cisadon suasana ini yang aku selalu kangenin setiap liat-liat foto di Cisadon.

Malam telah tiba, malam kedua aku di Cisadon diawali dengan sholat maghrib berjama’ah di masjid dilanjutan dengan mengajar anak-anak mengaji, kebetulan dihari pertama aku ngajar ngaji itu ngajarin Irfan adik nya Irawan, Irfan sudah lancar dalam mengaji namun tetap masih terbata-bata sehingga perlu dilatih lebih lanjut agar lancar dalam membaca. Setelah mengajar ngaji anak-anak Cisadon aku baru menyadari bahwa cara mereka belajar dengan menghafal, sehingga lancarnya mereka membaca surat-surat pendek dari juz ‘amma karena menghafal bukan karena mereka bisa membacanya.
Setelah mengajar ngaji anak-anak dilanjutkan dengan makan malam bersama yang telah dimasak dan disediakan oleh tim masak C yang kebagian masak malam. Makanan keseharian di Cisadon tidak terlepas dari nasi, sayur tumis buncis, ikan asin, popohan, sambal, mie, dan telur. Setelah selesai makan malam, dilakukan evaluasi setelah sehari dilakukan kegiatan mengajar, dimana kita menceritakan kita mengajar siapa, seberapa besar pengetahuan anak yang kita ajari, sudah sampai mana kita mengajarkan mereka, apa hambatan-hambatan yang kita hadapi ketika mengajar anak tersebut.
Evaluasi dilakukan biasanya pada jam delapan malam hingga jam sepuluh malam atau hingga setengah sebelas malam. Sehabis evaluasi dan sholat isya aku putuskan untuk beristirahat karena lelah telah beraktivitas seharian. Di keesokan hari nya, tepatnya pada pagi hari aku melakukan kegiatan rutin seperti sholat subuh di masjid melewati gelapnya jalanan karena tidak adanya penerangan lampu, hanya bermodalan menggunakan senter dan menerjang dinginnya angin penggunungan serta air nya yang bikin menggigil.
Setelah sholat subuh, kita sarapan dengan masakan yang telah disiapkan tim aku sendiri yaitu tim B, seperti biasa aku selalu kebagian tim cuci piring sehabis makan. Kegiatan dihari kedua tidak jauh beda dengan hari sebelumnya dimana sehabis sarapan kita langsung on the way rumah belajar, melakukan kegiatan mengajar seperti biasa. Yang membedakan yaitu aku menemukan murid baru, tidak lagi mengajar adik nya Farida melainkan mengajar Irfan yang sebelumnya belajar mengaji setelah sholat maghrib berjama’ah. Irfan sedang mengampuh pendidikan formal di bangku sekolah dasar kelas lima, sehingga untuk membaca dan menulis sudah sangat lancar, tetapi untuk menghitung masih memerlukan waktu untuk mengingat hafalannya terutama pada perkalian.
Irfan bercita-cita menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), sehingga dia sangat suka membaca novel tentang perjalanan TNI yang tersedia di rumah belajar. Cara mengajar Irfan pada awalnya aku coba untuk mengetes matematika atau skill menghitung Irfan dengan cara memberikan soal terkait penjumlahan dan pengurangan peminjaman sehabis itu baru perkalian dan pembagian. Ternyata lemahnya Irfan pada kemampuan perkalian dan pembagian, sehingga aku harus mengajarinya dengan menghafal perkalian enam hingga sepuluh, ya walaupun ga semuanya bisa dihafal dalam sehari itu seengganya irfan sudah mengetahui perkalian enam hingga sepuluh.
Tidak hanya perkalian, aku juga memberikan Irfan pembagian satu hingga sepuluh yang harus dia hafal, setidaknya dia ketahui terlebih dahulu seiring waktu juga akan dihafal karena sering dibaca. Selain membaca dan menulis Irfan juga pandai dan gemar dalam menggambar, gambaran Irfan bagus, bahkan lebih bagus hasil gambar Irfan dibanding aku loh? Dihari kedua aku mendapat kenalan anak yang baru datang dihari kedua yaitu Uca dan Iki, mereka adik dan kakak sehingga selalu menempel berdua terus sulit untuk dipisahkan, Uca dan Iki sudah kenal dengan kakak-kakak relawan batch pertama sehingga mudah akrab dengan kita para relawan batch kedua.
Ada cerita unik si Iki dari relawan batch pertama dimana pada saat itu si Iki sulit untuk menggunakan saya atau aku dalam berbicara tetapi selalu mengatakan kami, makanya si iki dipanggil si kami oleh kaka relawan batch pertama. Setelah kegiatan belajar mengajar selesai seperti biasa kita bermain bersama anak-anak hingga sore hari dan melakukan kegiatan yang kita lakukan dihari sebelumnya yaitu sholat maghrib berjama’ah, belajar mengaji, makan malam, evaluasi, dan beristirahat. Dihari ketiga, setelah sarapan aku, dona, genta, dan kaka-kaka dari NTF mampir ke rumah pak RT, lokasi rumah pak RT ini sebelum rumah belajar, jadi ketika kita hendak on the way ke rumah pak RT selalu dipanggil untuk mampir baik oleh pak RT ataupun Istrinya, sehingga mampir lah kita di rumah pak RT yang memang dari cerita relawan batch pertama ketika ke rumah pak RT selalu disediakan kopi khas Cisadon, dan berbagai jamuan lainnya.

Jujur salah satu sifat yang selalu aku kagumkan oleh masyarakat Cisadon mereka selalu royal dalam memberi satu sama lain, tidak takut rugi, bahkan mereka senang ketika kita mengambil apa yang mereka sediakan, mereka menganggap bahwa kita telah menghargai apa yang telah mereka sajikan dan selalu bilang maaf yaa adanya cuman begini, padahal pada kenyataan wejangan yang disediakan sangat banyak. Jadi memang mata pencaharian terbesar warga Cisadon ini mendapat pendapatan terbesar dari hasil panen kopi tiap tahunnya, pak RT ini sedang mencoba untuk membuat sebuah inovasi dengan meng grinding biji kopi nya sendiri dan mulai dijualkan per seratus gram kalau tidak salah.
Kopi khas dari pak RT ini dinamai Raja Wine, dimana dalam proses pembuatannya biji kopi yang telah dipilih difermentasi selama kurang lebih satu hingga tiga bulan hingga rasa yang dikhasilkan biji kopi tersebut khas dari aroma dan asam nya sesuai dengan fermentasi yang dilakukan. Pak RT menjual hasil biji kopi nya tersebut yang telah dikemas seharga dua puluh lima ribu rupiah perbungkus. Setelah mencicipi hidangan yang disediakan pak RT kami melanjutkan aktivitas di rumah belajar hingga evaluasi dan beristirahat kembali di malam hari. Dihari ketiga, kami melakukan program door to door ke rumah warga disana, kebetulan untuk divisi kesehatan dan lingkungan terbagi menjadi dua, ada yang ke rumah mang Ade itu bagian Refi dan Ar-Nur sedangkan bagian aku ke rumah mang Ncas bersama Fifi dan Ayu untuk bagian divisi pengajar, mereka melakukan door to door ke rumah murid masing-masing.
Program ini diciptakan dengan tujuan untuk memberi tahu apa maksud dan tujuan kedatangan kami kepada masyarakat sekitar dan sekaligus memberi informasi bahwa akan diadakan kegiatan penggalan dana dan cek kesehatan dari Rumah Yatim yang diadakan di Masjid. Pada hari keempat, aku dari divisi kesehatan dan lingkungan mulai bekerja sesuai dengan divisi, dimana program kerja sama oleh Rumah Yatim telah tiba di Cisadon untuk memberikan bantuan berupa cek kesehatan hingga melakukan program beramal seperti memberikan beras untuk satu keluarga dan uang jajan untuk anak-anak di sana.
Setelah hampir setengah hari waktu dihabiskan untuk mengecek kesehatan para warga disana, kegiatan kembali kerutinitas hingga evaluasi dan beristirahat. Dihari kelima, kegiatan dilakukan sesuai dengan rundown rutinitas seperti biasanya bangun pagi, sholat subuh, makan bersama, kegiatan belajar mengajar, bermain bersama anak-anak, makan malam, evaluasi, hingga istirahat. Dihari keenam, kegiatan yang aku lakukan sesuai dengan divisi aku yaitu membantu mang Ade dalam mencocok tanam, membersihkan rumput-rumput liar. Di sini aku diperkenalkan oleh istri dari mang Ade, dimana perbedaan umur yang cukup jauh antara mang Ade dan istrinya dan diceritakan kepada istri mang Ade, memang bahwa istrinya menikah pada saat umur 17 tahun dan sekarang telah memilik dua anak yang sekarang sedang mengampu pendidikan di pesantren setelah bercerita mengenai kedua anak mang Ade, sambil menggoreng kerupuk yang dibuat dari singkong oleh istri mang Ade.
Beliau bercerita mengenai pengalaman hidupnya dimana pada awal nya mang Ade merupakan seorang buruh yang bekerja di pabrik-pabrik, beliau bercerita pernah bekerja di pabrik semen, pabrik asbes, hingga pernah menjadi buruh illegal di Malaysia dan ketahan ketika hendak balik ke Indonesia hingga upah yang di dapat habis untuk membayar tebusan kebebasan. Hari demi hari telah dilewati hingga puncak acara, dimana malam terakhir sebelum kepulangan kita ke rumah asing-masing diadakan malam keakraban dengan suasana hangat api unggun dan singkong buatan ibu Farida sambil menikmati pentas seni yang diberikan dari masing-masing kelompok.
Aku sendiri menampilkan drama parodi program door to door ke rumah warga besama keluarga kecil aku Wardhana’s Family yang terdiri dari aku sendiri, ar-nur, dan anak kecil kita onad. Makrab ditutup dengan adanya tulisan kesan dan pesan tentang penilaian diri kita dari orang lain yang telah tinggal bersama selama dua minggu. Keesokan harinya pun kita pulang terasa berat saat berpamitan dengan anak-anak yang sudah sangat dekat dengan kita disana. Terlalu banyak pelajaran yang bisa aku ambil setelah menjalankan program relawan pendekar mengajar batch kedua, bahkan aku ngerasa bahwa menjadi relawan pendekar mengajar bukan kita yang mengajar tapi kita sendiri yang diajarkan dan belajar bagaimana mengartikan sebuah kehidupan yang selalu bersyukur dan merasa berkecukupan. Terimakasih atas pengalaman berharganya ditunggu perjalanan selanjutnya!
Add comment